twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Jumat, 03 Oktober 2014

Makalah Hukum Tata Negara

BAB I



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang


Negara Indonesia adalah negara hukum, semua perilaku masyarakat Indonesia diatur oleh hukum. Hukum mempunyai relevansi yang erat dengan keadilan. Bahkan ada orang yang berpandangan bahwa hukum harus digabungkan dengan keadilan, supaya sungguh-sungguh berarti sebagai hukum. Hanya melalui suatu tata hukum yang adil orang dapat hidup dengan damai menuju kebahagiaan. Hakikat hukum adalah membawa aturan yang adil dalam masyarakat. Hukum harus mengadakan peraturan yang adil tentang kehidupan masyarakat, sebagaimana dicita-citakan. Hukum mengandung suatu tuntutan keadilan. Diharapkan seluruh ketentuan yang mengatur segala perilaku atau keadaan manusia dalam kehidupan mencerminkan rasa keadilan.



Berkaitan dengan hukum tata negara, masyarakat sendiri tidak banyak yang faham apa yang dimaksud dengan hukum tata negara. Maka dari itu, makalah ini ditulis untuk memberikan pemahaman agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Hukum Tata Negara.



B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Tata Negara?

2. Apa sajakah asas-asas dalam Hukum Tata Negara?

3. Bagaimana Sistem Hukum Tata Negara?


C. Tujuan

1. Mendefinisikan an menjelaskan pengertian hukum tata negara

2. Menyebutkan dan menjelaskan pelaksanaan asas-asas hukum tata negara

3. Menjelaskan sistem hukum tata negara yang berlaku



BAB II



PEMBAHASAN


A. Pengertian


Berbicara tentang definisi Hukum Tata Negara, para pakar hukum memiliki beberapa definisi, tergantung sudut mana ia ditinjau. Tetapi setidaknya ada beberapa dasar yang menjadi landasan pijak dalam mendefinisikan hukum tata negara, antara lain:

1. Hukum Tata Negara ditinjau dari Ruang Lingkup Objek Kajian


Hukum tata negara dalam konsep ini lebuh menekakan pada objek mana yang menjadi pokok kajian dalam hukum tata negara itu snediri. Berkaitan dengan definisi hukum tata negara dari sudut objek kajian ini Van Vollenhoven (Belanda) dalam bukunya “Staatrech Over Zee” menyatakan:



“Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur semua masyarakat, hukum tingkat atas sampai bawah, yang selanjutnya menentukan wilayah lingkungan rakyatnya, menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang dan fungsinya dalam lingkungan masyarakat hukum tersebut.”[1]



Sementara Paul Scholten (Belanda), dalam bukunya “Staatrecht Algement Deel”, mendefinisikan bahwa Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara atau organisasi dari suatu negara.



2. Hukum Tata Negara ditinjau dari Hubungan antar Objek Kajian

Pada dasarnya, definisi disini merupakan tindak lanjut dari definisi pertama, tetapi lebih meluaskan lagi pada hubungan antara objek kajian.

Berkaitan dengan definisi Hukum Tata Negara dari sudut hubungan antar objek Van der Pot (Belanda), dalam bukunya mendefinisikan Hukum Tata Negara sebagai peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang nya masing-masing, hubungannya dengan individu-individu (kegiatannya).

Sementara James J. Robin (Amerika) menyatakan, Hukum Tata Negara pada dasarnya membahas organisasi negara dan organ-organ atau alat-alat perlengkapan negara, susunan, fungsi dan wewenang serta hubungannya satu sama lain.


3. Hukum Tata Negara ditinjau dari Fungsi Objek Kajian


Definisi Hukum Tata Negara dari sudut fungsi objek, memfokuskan pada bagaimana sebenarnya fungsi dari masing-masing objek yang dikaji. Dengan kata lain, bahwa bagaimana fungsi masing-masing objek kajian dalam suatu sistem ketatanegaraan.


Wide dan Philip (Inggris) dalam bukunya “Contitutional Law” terbitan 1936 menyatakan bahwa: “Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi-organisasi negara, struktur organisasi, kedudukan tugas dan fungsi serta hubungan antar organ-organ tersebut.”


Menurut Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim dalam bukunya Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia mendefinisikan: “Hukum Tata Negara adalah sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dengan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya.”


Dari pendapat para ahli hukum tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah peraturan-peraturan yang mengatur organisasi negara dari tingkat atas sampai bawah, struktur, tugas, dan wewenang alat perlengkapan negara, hubungan antar alat perlengkapan tersebut serta hierarki maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak-hak asasinya.

B. Sumber Hukum Tata Negara

1. Pengertian Sumber Hukum


Sumber hukum memilki istilah yang berbeda-beda, tergantung sudut pandang mana sumber hukum itu dilihat. Paton George Whitecross, dalam bukunya Textbook of Jurisprudence mengatakan bahwa istilah sumber hukum itu mempunyai banyak arti yang sering menimbulkan kesalahan-kesalahan kecuali kalau diteliti dengan seksama mengenai arti tertentu yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan (sudut pandang) tertentu.


Utrecht sendiri mengatakan, bahwa kebanyakan para ahli memberikan istilah sumber hukum berdasarkan sudut pandang keilmuannya. Pertama, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang ahli sejarah, sumber hukum memiliki arti; (1) sumber hukum dalam arti pengenalan hukum, (2) sumber hukum dalam arti sumber dari mana pembentukan ikatan hukum memperoleh bahan dan dalam arti sistem-sistem hukum dari mana tumbuh hukum positif suatu negara. Sumber hukum ini berfungsi untuk menyelidiki perkembangan hukum dari masa ke masa sehingga akan diketahui perkembangan, pertumbuhan, dan perubahan-perubahan antara hukum yang berlaku di suatu negara.[2]


Kedua, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli filsafat. Menurut ahli filsafat sumber hukum diartikan sebagai; (1) Sumber hukum untuk menentukan isi hukum, apakah isi hukum itu sudah benar, adil sebagaimana mestinya ataukah masih terdapat kepincangan dan tidak ada rasa keadilan, (2) Sumber untuk mengetahui kekuatan mengikat hukum, yaitu untuk mengetahui mengapa orang taat kepada hukum.[3]


Ketiga, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang sosiolog dan Antropolog budaya. Menurut ahli ini yang dianggap sebagai sumber hukum adalah keadaan masyarakat itu sendiri dengan segala lembaga sosial yang ada didalamnya, bagaimana kehidupan sosial budayanya suatu lembaga-lembaga sosial didalamnya.[4]


Keempat, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang keagamaan (religius). Menurut sudut pandang agama, yang merupakan sumber hukum adalah kitab-kitab suci atau ajaran agama itu.


Kelima, sumber hukum ditinjau dari sudut ahli ekonomi, yang menjadi sumber hukum adalah apa yang tampak di lapangan ekonomi.


Keenam, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli hukum. Menurut ahli hukum sumber hukum memiliki arti; (1) Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahu dan ditaati sehingga hukum berlaku. Misalnya undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum (doktrin). (2) Sumber hukum materil, yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber hukum materil diperlukan ketika akan menyelidiki asal usul hukum dan menentukan isi hukum.[5]


Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.[6]


Dalam ilmu pengetahuan hukum, pengertian sumber hukum digunakan dalam beberapa pengertian oleh para ahli dan penulis. Pertama, sumber hukum dalam pengertian sebagai asalnya hukum ialah berupa keputusan penguasa yang berwenang untuk memberikan keputusan tersebut. Artinya keputusan itu haruslah berasal dari penguasa yang berwenang untuk itu. Kedua, sumber hukum dalam pengertian sebagai tempat ditemukannya peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Bentuknya berupa undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi atau doktrin dan terdapatnya dalam UUD 1945, ketetapan MPR, UU, Perpu, PP, Kepres dan lainnya. Ketiga, sumber hukum dalam pengertian sebagai hal-hal yang dapat atau seyogyanya memengaruhi kepada penguasa didalam menentukan hukumnya. Misalnya keyakinan akan hukumnya, rasa keadilan, ataupun perasaan akan hukum.[7]

2. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia


Menurut pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menentukan, bahwa:

a. Sumber Hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk menyusun peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis.
c. Sumber Hukum dasar nasional,
1. Pancasila sebagaimana tertulis dalam pembukaan UUD 1945.
2. Batang tubuh UUD 1945 (Pasal-pasal dalam UUD 1945).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tersebut setidaknya terdapat tiga subtansi dasar yang diatur. Pertama, mengenai pengertian sumber hukum adalah sumber yang menjadi bahan dalam penyusunan aturan-aturan hukum (peraturan perundang-undangan). Kedua, mengenai jenis sumber hukum dasar nasional Indonesia yang meliputi Pancasila dan Pasal-pasal dalam UUD 1945.[8]

Secara umum sumber hukum tata negara Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sumber Hukum Materil dan Sumber Hukum Formal.

1. Sumber Hukum Materil
Sumber hukum materil adalah sumber hukum hukum yang menentukan isi hukum. Sumber ini diperlukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum dan menentukan isi hukum. Misalnya, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang kemudian menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum dalam arti materil yang tidak saja menjiwai bahkan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Karena pancasila merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku, apakah ia bertentangan atau tidak dengan pancasila, sehingga peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila tidak boleh berlaku.[9]

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum juga mengandung pengertian, bahwa semua sumber hukum yang berlaku di Indonesia (baik formal maupun materil) selurunhya bersumber pada Pancasila.

Menurut Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum mewujudkan dirinya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Supersemar 11 Maret 1966.

Di dalam sistem norma hukum negara Indonesia Pancasila merupakan norma fundamental hukum (Staatsfundamentalnorm) yang merupakan norma hukum yang tertinggi, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh norma hukum dibawahnya.

Ada beberapa alasan mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam arti materiil:

a. Pancasila merupakan isi dari sumber hukum.
b. Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah negara.
c. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat, diberlakukan, segala sesuatu peraturan perundang-undangan atau hukum apa pun yang bertentangan dengan jiwa Pancasila harus dicabut dan dinyatakan.[10]

2. Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahui dan ditaati sehingga hukum berlaku umum. Selama belum mempunyai bentuk, suatu hukum baru merupakan perasaan hukum dalam masyarakat atau baru merupakan cita-cita hukum, oleh karenanya belum mempunyai kekuatan mengikat.[11]

Sumber-sumber hukum formal meliputi: (1) Peraturan Perundang-undangan (aturan hukum), (2) Kebiasaan (Costum) dan adat, (3) Perjanjian antarnegara (traktat), (4) Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi), dan (5) Pendapat atau pandangan ahlu hukum (doktrin).

a. Undang-undang
Istilah undang-undang disini berbeda dengan istilah undang-undang dalam undang-undang yang disebutkan dalam hukum tata negara Indonesia. Karena undang-undang dalam hukum tata negara Indonesia adalah produk legislatif presiden (pemerintah) bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti ditetapkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 20 UUD 1945 yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Undang-undang disini dalam arti luas atau dalam istilah Belanda disebut wet. Wet dalam hukum tata negara Belanda, dibedakan dalam dua pengertian, yaitu wet in formelle zin dan wet in materiele zin. Hal yang sama dikemukakan T. J. Buys, bahwa undang-undang mempunyai dua arti antara lain, Pertama undang-undang dalam arti formal, ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya (terjadinya). Misalnya, pengertian undang-undang, menurut ketentuan UUD 1945 hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama DPR.

Kedua, undang-undang dalam arti materiil ialah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.

Sistem dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia telah diatur dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, yang oleh Tap MPR No. V/MPR/1973 dinyatakan tetap berlaku. Sumber-sumber hukum formal tersebut adalah UUD 1945, dengan tata urutan peraturan perundang-undangan meliputi: (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), (2) Ketetapan MPRS/MPR, (3) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), (4) Peraturan Pemerintah (PP), (5) Keputusan Presiden (Kepres), (6) Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Peraturan Daerah (Perda), dan sebagainya.[12]

b. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan dengannya dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, dengan begitu timbullah suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.

c. Traktat
Traktat pada dasarnya adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Berdasarkan negara yang melakukan perjanjian traktat terdiri traktat bilateral dan traktat multilateral.

Traktat sebagai bentuk perjanjian antar negara merupakan sumber hukum formal hukum tata negara walaupun ia termasuk dalam hukum internasional, mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu. Isi perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau terkait perjanjian. Perjanjian antarnegara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat. Traktat yang telah mempunyai kekuatan mengikat adalah traktat yang telah diratifikasi oleh pemerintah dari negara yang mengadakan perjanjian.[13]

d. Doktrin
Doktrin adalah pernyataan atau pendapat para ahli hukum. Dalam kenyataanya pendapat ahli banyak diikuti orang, dan menjadi dasar atau bahkan pertimbangan dalam penetapan hukum, baik oleh para hakim ketika akan memutuskan suatu perkara maupun oleh pembentuk undang-undang. Misalnya dengan mengutip pendapatnya, sehingga putusan pengadilan terasa menjadi lebih berwibawa. [14]

C. Asas-asas Tata Negara

Dengan berkembangnya kepentingan dari pemerintah pusat, maka untuk kebaikan dan kelancaran serta efektifitas dari Pemerintah maka diadakan pelimpahan kewenangan-kewenangan pada instansi di daerah-daerah yang jauh dari Pemerintahan Pusat, yaitu berupa asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asas medebewind atau tugas bantauan. Hal tersebut merupakan tugas dari pemerintah berdasar sendi wilayah yang berarti membagi wilayah Negara dalam beberapa daerah kemudian menerapkan sendi-sendi seperti asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Selain dari dua asas tersebut, pemerintah juga menggunakan tugas bantuan untuk memperlancar tugas pemerintah didaerah daerah tersebut.

1. Asas Dekonsentrasi

Asas Dekonsentrasi adalah suatu pelimpahan atau tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau kepala wilayah. Hal ini tgercantum dalam UU pasal 1 No. 5 tahun 1974. Adapun ciri ciri dari asas dekonsentrasi adalah sebagai berikut:

a. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan
b. Pemancaran terjadi kepada pejabat sendiri (perseorangan)
c. Yang di pencar (bukan urusan pemerintah) tetapi wewenang untuk melaksanakan sesuatu.
d. Yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga.

Dari hal diatas, tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada kepala pemerintah menurut asas desetralisasi ini merupakan salah satu yang membedakan antara asas desentralisai dengan asas dekonsentrasi. Menurut asas dekonsentrasi, segala urusan yang dilimpahkan kepada kepala pemerintah daerah atau pejabat didaerah tetap menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat yang meliputi:

a. Kebijaksanaan
b. Perencanaa
c. Pelaksanaan
d. Pembiyasan
e. Perangkat pelaksanaan

Adapun unsur pelaksanaannya adalah segala instansi vertical yang ada de daerah yang dikoordinir oleh kepala wilayah sebagai alatdekonsentrasi. Kepala wilayah tidak boleh membuat kebijakan sendiri, karena kebijaksanaan terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. . Pelaksanaan asas dekonsentrasi ini melahirkan pemerintahan local administratif. Daerah administratif meliputi tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Pemerintahan administratif diberi tugas untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahan pusat yang ada di daerah. Ditinjau dari wilayah pembagian Negara, asas dekonsentrasi adalah asas yang akan membagi wilayah Negara menjadi daerah-daerah pemerintahan local administratif. Jadi asas dekonsentrasi dapat dilaksanakan jika terdapat organ bawahan yang secara organisator dan hirarkis berkedudukan sebagai bawahan secara langsung dapat dikomando dari atas. Oleh karena itu dalam system ini tidak diperlukan adanya badan perwakilan rakyat daerah, yang menampung suatu rakyat daerah yang bersangkutan, sebab segala kebutuhanya, diurus oleh pemerintah pusat atau atasanya.

2. Asas Desentralisasi

Asas Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangganya. Dari segi pemberian wewenangnya asas desentralisasi adalah asas yang akan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan- urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.

Didalam ilmu administrasi Negara, menurut Robert D. Miewald, tema desentralisasi dan sentralisasi terutama mngenai fenomena tentang “ Delegation of Authority and responsibility” yang dapat diukur dari sejauh mana unit-unit organisasi bawahan memilki wewenang dan tanggung jawab didalam proses pengambilan keputusan[15].

Menurut Bayu Suryaningrat asas desentralisasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Desentralisasi jabatan yaitu berupa pemencaran kekuasaan dari atas kepada bawahan berhubungan dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja.

2. Desentralisasi kenegaraan yaitu berupa penyerahan kekuasaan yang mengatur daerah dalam lingkunganya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan Negara.

Asas desentralisasi kenegaraan dapat di bagi menjadi dua yaitu:

1. Desentralisasi territorial yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, batas pengaturan yag dimaksud adalah daerahnya sendiri.

2. Desentralisasi fungsional yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu. Batas pengaturan tersebut adalah jenis fungsi, misalnya pendudukan, pegairan dan sebagainya.

Berdasarkan pada sistem tata pemerintahan menurut undang-undang dasar 1945, pada prinsipnya asas desentralisasi merupakan pembberian kebebasan untuk membangkitkan keaktifan rakyat melalui wakil-wakilnya dalam badan perwakilan daerah. Sebagai salah pencerminan dari system ini maka daerah mempunyai hak, wewenang menyusun peraturan yang disebut peraturan daerah, mengatur keuanganya yang disebut anggaran pendapatan dan belanja daerah, lain halnya dengan kantor wilayah departemen, lembaga ini tidak berwenang membuat peraturan pemerintah dan juga anggaranya dalam departemen masing-masing, yang terkonsentrasi dipusat.

3. Asas Tuas Bantuan

Asas tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan aurusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. Istilah medebewind berasal dari katamede berarti turut serta dan bewind berarti berkuasa, memerintah. Medebewin ini disebut juga serta tantra atau tugas pembantuan.

Atas dasar dekonsentrasi mengingat terbatasnya kemampuan perangkat pemerintah pusat yang berada di daerah. Dan juga ditinjau dari daya guna dan hasil guna, adalah kurang dapat dipertanggung jawabkan, apabila semua uerusan pemerintah pusat didaerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya yang berada didaerah, karena itu akan membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar jumlahnya. Lagi pula melihat sifatnya, berbagai urusan sulit untuk dilaksanakan dengan baik, tanpa ikut sertanya pemerintah daerah yang bersangkutan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut , maka Undang- undang No. 5 Tahun memberikan untuk dilaksanakanya berbagai urusan pemerintah didaerah berdasarkan asas medebewind (tugas pembantuan).

Daerah otonom dapat diserahi untuk menjalankan tugas-tugas pembantuan atau asas medebewind, tugas pembantuan atau medebewind dalam hal ini tugas pembantuan dalam pemerintahan, ialah tugas untuk ikut melaksanakan peraturan-peraturan perundangan m bukan saja yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi juga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya sendiri tingkat atasnya.

Menurut Mr. Tresna, sebenarnya asas medebewind itu termasuk itu termasuk dalam asas desentralisasi dan menurutnya desentralisasi itu mempunyai dua wajah yaitu :

1) Otonomi
2) Medebewind atau disebut Zelfbestuur.


Dengan pengertian otonomi adalah bebas bertindak, dan bukan diperintah dari atas, melainkan semata-mata atas kehendak dan inisiatif sendiri, guna kepentingan daerah itu sendiri.

Sedangkan pengertian medebewind atau tugas pembantuan adalah disebut sebagai wajah kedua dari desentralisasi adalah bahwa penyelenggaraan kepentingan atau urusan tersebut sebenarnya oleh pemerintah pusat tetapi daerah otonom diikutsertakan. Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksudkan disertai dengan pembiayaanya hal tersebut tercantum dalam pasal 12 Undang-undang No.5 Tahun 1974.

D. Sistem Pemerintahan

Pengertian sistem pemerintahan adalah suatu sistem yang berlaku, yang menentukan bagaimana hubungan antar alat perlengkapan negara yang diatur oleh konstitusinya. Oleh karena itu, bentuk pemerintahan sering disebut dengan istilah sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan adalah keseluruhan dari susunan atau tatanan yang diatur dari lembaga-lembaga negara yang berkaitan satu sama lain, baik langsung maupun tidak langsung menurut suatu pola untuk mencapai tujuan negara. Ada tiga macam sistem pemerintahan, yakni:

a. Sistem Pemerintahan Parlementer adalah suatu sistem pemerintahan dimana hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan parlemen sangat erat. Eksekutif dipimpin oleh seorang perdana menteri yang dibentuk oleh parlemen yang mayoritasnya dari partai atau organisasi tertentu. Perdana menteri jatuh apabila tidak mendapat dari parlemen, sebaliknya kepala negara dapat membubarkan parlemen atas permintaan atas permintaan perdana menteri yang kemudian diganti dengan parlemen baru yang dibentuk melalui suatu pemilu.

b. Sistem Pemerintahan Presidensiil, yakni sistem pemerintah yang memisahkan secara tegas badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Presiden bertindak sebagai kepala negara sekaligus kepala eksekutif. Presiden tidak dipilih oleh parlemen maka ia tidak bertanggung jawab kepadanya. Presiden dan kabinetnya tidak dapat membubarkan parlemen. Kedua lembaga ini melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan konstitusi, dan masa jabatannya berakhir sesuai dengan ketentuan dalam konstitusi itu pula.

c. Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat terhadap badan legislatif. Dalam sistem pemerintahan ini parlemen tunduk kepada kontrol langsung dari rakyat. Kontrol tersebut dilaksnakan dengan cara sebagai berikut:

1. Referendum, yaitu kegiatan politik dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau tidak setuju terhadap kebijaksanaan yang ditempuh pemerintah.
2. Usul inisiatif rakyat, yaitu hak rakyat untuk mengajukan suatu rancangan undang-undang kepada parlemen dan pemerintah.


E. Tata Negara Internasional

1. Perbandingan sistem ketatanegaraan dua negara

a. Malaysia

Sistem Pemerintahan yang digunakan oleh negara Malaysia adalah Demokrasi Parlimen. Karena Malaysia adalah Negara Persekutuan. Perlembagaan yang ada di Malaysia meliputi :
a. Undang-undang tertinggi
b. Dokumen resmi yang mengandungi peraturan dan prinsip sebagai panduan kerajaan
c. Peruntukan
d. Senarai negeri dan persekutuan
e. Institusi yang dpertuan agong
f. Jemaah menteri
g. Badan kehakiman
h. Secara kepersekutuan
i. Senarai negeri
j. Senarai bersama
k. Pembahagian kuasa negeri

Sistem pemerintahan Malaysia meliputi sebagai berikut:
a. Sistem pemerintahan beraja mengikut peruntukan dalam perlembagaan Malaysia
b. Bertindak berdasarkan perlembagaan Malaysia dan nasihat Perdana Menteri (Yang Dipertuan Agong).
c. Dipilih dari kalangan 9 orang raja secara bergilir.
d. Bidang kuasa yang mengikut perlembagaan Malaysia.
e. Majelis raja-raja bebas dari badan perundangan persekutuan dan negeri serta badan-badan eksekutif.
f. Yang Dipertuan Agung membawahi tiga kuasa pemerintahan yaitu :
g. Badan perundangan
1. Dewan Negara
2. Dewan Rakyat
3. Badan pelaksana

Sistem pemilihan atau pemilu Malaysia disebut dengan pilihanraya, Proses memilih wakil rakyat untuk memerintah di peringkat negeri dan persekutuan haruslah dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Dilakukan secara sulit
  • Pengiraan terbuka dan keputusan direkod
  • Dijalankan oleh Suruhanjaya
  • Pilihanraya



b. Singapura

Negara singapura menggunakan sistem pemerintahan sebagai berikut:
Sistem Pemerintahan Parlementer Unikameral
Singapura adalah negara Republik
Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan.
Perdana Menteri dan Presiden dipilih melalui pemilu.
Konstitusi dari Singapura adalah Konstitusi Singapura
Tampuk kekuasaan eksekutif dipegang oleh Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri.
Presiden Singapura, secara historis merupakan jabatan seremonial, diberikan hak veto tahun 1991 untuk beberapa keputusan kunci seperti pemakaian cadangan nasional dan penunjukan jabatan yudisial.
Cabang legislatif pemerintah dipegang oleh parlemen.
Anggota parlemen (MP) terdiri dari anggota terpilih, non-konstituensi dan dicalonkan. Mayoritas MP terpilih melalui pemilihan umum dengan sistem pertama-melewati-pos dan mewakili Anggota Tunggal atau Konsituensi Perwakilan Kelompok (GRC).
Singapura memiliki hukum dan penalti yang meliputi hukuman korporal yudisial dalam bentuk pencambukan untuk pelanggaran seperti pemerkosaan, kekerasan, kerusuhan, penggunaan obat-obatan terlarang, vandalisme properti, dan sejumlah pelanggaran imigrasi.

Dari penjelasan sistem ketatanegaraan tersebut, setiap negara memiliki sistem ketetanegaraan masing-masing yang ketentuan-ketentuannya sudah diatur sedemikian rupa dan dijalankan oleh setiap elemen-elemen negara, baik masyarakat maupun pemerintah.


F. Unsur-unsur Negara

Suatu negara dalam bentuk lahirnya akan menampakkan dirinya , sebagai :

1. Daerah atau wilayah
2. Masyarakat
3. Penguasa tertinggi

Di samping tiga unsur ini ada sarjana yang menambahkahkan satu unsur lagi yaitu unsur pengakuan dari negara lain (unsur dekleratif)



DAFTAR PUSTAKA



Goesniadhie, Kusnu.2010. Tata Hukum Indonesia.Malang : Nasa media.


Soetami, Siti. 2005.Pengantar Tata Hukum Indonesia.Bandung : Refika Aditama.


Tutik, Titik troiwulan.2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


Isrok. 2011. Ilmu Hukum Tata Negara. Malang: Universitas Brawijaya Fakultas hukum.


Soehino. 2003. Hukum Tata Negara. Yogyakarta: BPFE.


Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni.


Kusnardi. 1981. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: C.V. Sinar Bakti.






[1] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam Titik Triwulan Tutik, S. H., M. H., hlm. 23.

[2] Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, hlm. 35.

[3] Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, hlm. 36.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hlm. 46.

[7] Joenarto, Selayang Pandang tentang Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, hlm. 3.

[8] Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, hlm. 39.

[9] Ibid.

[10] Ibid. Hlm. 40.

[11] E. Utrecht dalam Moh. Kusnardi dan Harmaily ibrahim, Op. Cit., hlm. 45.

[12] Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, hlm. 42-43.

[13] Ibid. hlm. 56-57.

[14] Ibid. hlm. 59.

[15] Suparni Pramuji, Pelaksanaan Asas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.

1 komentar: